Setelah hampir 8 bulan lebih tinggal di kota Medan, saya sudah mencoba berbagai rute perjalanan dari rumah ke kantor. Dari jalur yang macet sampai jalur tercepat. Sebenarnya cuma selisih 5-10 menit karena perbedaan di lampu merah dan apakah jalur tersebut juga dilalui oleh angkot atau tidak. Jalur yang dilalui angkot pastinya lebih macet daripada jalur lainnya. Rute terakhir yang saya lalui melewati jalur lurus jalan Abdullah Lubis, kemudian belok kiri sedikit dan belok kanan lagi dan menuju Jl. Sudirman.
Di ujung jalan Abdullah Lubis ini lah saya selalu bertemu dengan seorang anak laki-laki kecil penjaja koran. Sebenarnya saya membeli koran hanya karena kasian dengan anak kecil tersebut. Setiap kali membayar korannya saya bilang "kembaliannya utk kamu aja ya..." Awal mendengar saya mengatakan itu dia kelihatan sumringah sekali. Dia mengucapkan terima kasih sambil tersenyum senang.
Besoknya begitu lagi, "kembaliannya buat kamu aja ya..." dan dia berlari senang. Dan setiap pagi setiap kali saya melewati jalur itu, maka anak kecil itu akan berlari dari kejauhan mendekati mobil saya sambil menyodorkan koran. Bahkan tanpa perlu saya katakan lagi "kembaliannya buat kamu aja ya" maka si anak akan langsung menerima uang dari saya, tersenyum dan berlalu. Bahkan kadang-kadang saat ada penjaja koran lain yang posisinya lebih dekat dengan saya, si anak tetap berlari dari kejauhan untuk memberikan korannya pada saya. Dan tersenyum menang kepada penjaja koran lainnya yang bingung melihat kenapa saya tadi menolak untuk membeli koran nya.
Suatu hari, seperti biasa saya melewati jalur itu dan lampu merah itu. Saya melihat anak kecil tersebut berlari dari kejauhan menuju mobil saya. Saat itu kebetulan saya hanya punya uang pas untuk membayar korannya. Saya berpikir dalam hati kira-kira seperti apa ya reaksi anak ini kalau saya membayar dengan uang pas.
Dan seperti biasa, anak tersebut menyodorkan korannya ke jendela mobil saya, dan saya menyodorkan uang. Kali ini uang pas. Seribu rupiah.
Reaksinya.........
Dia diam saja dan.... tidak tersenyum seperti biasanya! Dia kelihatan kecewa.....
Oow..... terus terang saya kaget dan sedikit kecewa dengan reaksinya. Apakah karena selama ini dia berharap banyak dari saya sehingga saat saya memberinya sesuai standard dia merasa kecewa....? Apakah karena selama ini dia sudah menerima lebih sehingga merasa kecewa saat menerima sesuatu hanya sesuai standard ya? Bukankah selama ini sudah menjadi pelanggan setia nya saja adalah suatu loyalitas dari saya yang seharusnya patut dihargai dengan senyuman terima kasih darinya? Bahkan sebenarnya selama ini lebih sering saya membeli koran bukan karena saya ingin membeli, tapi karena saya tidak ingin dia kecewa. Apakah dia tahu itu ya... ?
Ah...saya terlalu berlebihan ya.... Dia kan hanya anak-anak. Dan untuk seorang penjaja koran mungkin memang tidak selalu terbersit di benak mereka untuk mengucapkan terima kasih kepada setiap pembeli korannya. Mereka pikir antara penjual dan pembeli sama-sama butuh kok. Lagipula kok saya jadi seperti mengharapkan pamrih sih? Astaghfirullah..
Hmm...Tapi ada satu hal yang saya pelajari....Ok, setelah saya pikir- pikir itu reaksi yang wajar. Dia masih polos. Jadi dia bereaksi polos juga menunjukkan kekecewaannya. Bukankah saya dan kitapun sering berlaku sama? saat kita terbiasa menerima sesuatu dari seseorang secara berlebihan, kita lama-lama akan menganggapnya biasa saja dan anehnya kemudian kita akan merasa kecewa saat orang itu tidak lagi memberikan sesuatu seperti yang biasa dia berikan. Karena kita sudah berharap banyak dan bahkan kita menganggap itu adalah suatu keharusan. Kita jadi seperti menuntut orang itu untuk tetap memberikan sesuai apa yang biasanya dia berikan. Tidak bisakah kita tetap menerima dan mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dari orang lain walaupun nilainya lebih kecil dari biasanya? Seharusnya bisa. Seharusnya kita tetap mengucapkan terima kasih dan bersyukur... tapi kita lebih sering menunjukkan kekecewaan kita saat menerima sesuatu yang tidak sesuai pengharapan kita. Ya kan..?
Jadi, manusiawi sekali kan sebenarnya apa yang dilakukan anak tersebut?
Hm... besoknya saya seperti biasa tetap normal melewati rute tersebut dan membeli koran dari anak tersebut. Kadang saya memberinya uang lebih seperti biasa, kadang sesekali saya memberinya uang pas. Dan karena itu sudah menjadi biasa anak itu tidak pernah lagi mengucapkan apa-apa, dia hanya akan mengangguk kecil dan berlari pergi. Tidak ada lagi senyum sumringah dan tidak ada lagi ucapan terima kasih dari bibirnya. Saya pun nggak boleh menuntut banyak ya...kalau menuntut namanya ngasihnya nggak ikhlas dong ya....
Suatu hari saya memutuskan untuk berganti rute ke kantor, karena saya sudah menemukan rute baru yang lebih cepat tanpa harus melewati lampu merah di jl. Abdullah Lubis itu. Lampu merah disitu sebenarnya termasuk yang lama, walaupun rutenya cepat. Kalau kebetulan dapat hijau saya bisa cepat langsung bablas. Tapi kadang saya bingung saat lampu hijau si anak kecil penjaja koran akan berteriak2 memanggil saya untuk membeli korannya dulu. Padahal nggak mungkin bagi saya untuk berhenti saat kondisi lampu hijau begitu kan...
Selain itu sebenarnya saya ingin anak kecil ini tidak terlalu berharap banyak dari saya. Saya merasa nggak nyaman setiap hari dikejar perasaan harus dan wajib membeli koran darinya. kadang-kadang di jalan sebelumnya saya ingin membeli koran dari seorang anak kecil lain (perempuan) yang tersenyum melambai lambaikan korannya pada saya. Sering saya batal membeli karena ingat anak kecil di Jl. Abdullah Lubis yang pasti akan kecewa kalau tau saya sudah membeli koran sebelumnya (pernah terjadi sekali). Pernah juga saat saya kesiangan menuju kantor, saya bertemu anak itu (bukan di lampu merah), dia melambai-lambaikan korannya sambil berteriak dari seberang, akhirnya membuat saya gak tega untuk mengabaikannya. Dan terpaksa saya meminggirkan mobil saya dan menunggu dia menyeberang (waktu itu dia digandeng seorang dewasa mungkin ayahnya yang juga tersenyum menngangguk-angguk melihat saya seolah sudah kenal dari cerita anak tersebut). Padahal saya sedang sangat terburu-buru.
Bahkan pernah dengan konyolnya saya membeli 2 koran yang sama hanya karena nggak tega mengatakan saya sudah membeli koran sebelumnya. Konyol kan...? Hehehe.... Urusan beli membeli koran ini lama-lama menjadi sebuah beban buat saya dan menjadi semacam suatu keharusan karena saya tidak ingin mengecewakan anak kecil tersebut.
Selama hampir 3 minggu lebih saya melewati jalur baru dan tidak pernah membeli koran lagi dari anak kecil di Jl. Abdullah Lubis itu. Saya jadi lebih tenang...tidak harus buru-buru menyiapkan uang untuk koran, tidak harus merasa nggak nyaman saat lampu menyala hijau dan saya belum sempat membeli korannya. Walaupun saya merasa yakin dia pasti akan bertanya-tanya kemana saya, kenapa tidak pernah lagi lewat jalur itu... hmm... biarlah, biar dia belajar sesuatu. Saya ingin dia jadi anak yang peka dan bisa mengambil makna dari apa yang saya berikan selama ini. Saya lakukan ini bukan karena masalah pamrih lho...Saya hanya ingin dia belajar sesuatu. Suatu saat nanti saya akan lewat jalur itu lagi. Sesekali.
Suatu hari... 7 Maret 2013. Pilkada Sumut. Hampir semua kantor libur atau masuk siang. Tapi saya tetap bekerja seperti biasa karena saya ada jadwal training hari itu. Kali ini karena suasana libur maka training saya mulai agak siang yaitu jam 9 pagi. Saat melewati Jalan Abdullah Lubis (belum sampai ke lampu merah ujung) ditempat biasa anak perempuan kecil penjaja koran mangkal, saya melihat sosok yang sangat familiar. Ya, dia anak kecil laki-laki penjaja koran di lampu merah Abdullah Lubis. Mungkin saat jam segini dia dalam perjalanan pulang.
Dia kelihatan sangat kaget dan senang melihat saya. Dia berlari kecil dengan tertawa ke arah mobil saya dan saya langsung menyodorkan uang lebih kepadanya seperti biasa. Saya menyapanya sambil tersenyum dan dia tertawa senang. Dia kelihatan senang sekali, seperti menemukan teman lama yang hilang.
Sesaat sebelum lampu hijau menyala, anak itu setengah berlari kembali mendekati mobil saya. Kelihatannya ada sesuatu yang ingin disampaikan. Saya membuka kaca jendela mobil sambil menunjukkan ekspresi bertanya, kemudian anak kecil itu berkata sambil setengah berteriak "Kak! Kakak....Besok lewat sini lagi ya kak..." katanya sambil tersenyum dan setengah berharap. Saya tak menyangka dia akan mengucapkan itu. Saya menjawab sambil tersenyum " Iya, Insyallah yaa.."
Hmm...Semoga kamu sudah memperlajari sesuatu dari interaksi kita selama ini ya Nak...
Semoga kamu tetap menjadi anak yang selalu bersyukur berapapun anugerah dan rejeki yang kamu terima di hari itu. Dan tetap tidak lupa mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang telah berlaku baik padamu....
Salam,
Cut Maha Ratu