“Ya Allah….. Harsyaaaa…..”
Jantung saya terasa berhenti berdetak, rasanya ingin saya menangis sekuat2nya!
Tapi saya berusaha berpikir positif. I take a deep breath. Saya katakan dalam hati “I’m sure he is alright”. Semoga ini tidak seperti yang saya bayangkan.
25 July 2011. Pukul 18.00
Saya baru menyelesaikan sesi training hari ke 7 di Hotel Kurnia 2, tempat saya mengajar basic training customer service untuk para new hire di perusahaan saya. Saya menelpon driver keluarga yang biasa mengantar jemput. Tapi suara yang menyambut di seberang sana adalah suara kakak ipar saya. Kanjeng Uun begitu saya memanggilnya.
“ Eng…ini . sedang itu....ngantarin… Harsya” Nada suara ipar saya tsb terdengar sangat aneh . Penuh keragu-raguan. Perasaan saya tidak enak.
“Harsya? antar Harsya kemana? “ saya berusaha tenang sambil membereskan tas laptop dan memasukkan flash disk, mouse dan laptop ke dalamnya.
“Itu..Harsya tadi jatuh dari sepeda…”
Deg! Perasaan saya makin tidak enak. “Jatuh dari sepeda? Terus…? “
“Sekarang lagi di tempat rontgen”
“Rontgen?? ?“
“Iya, ini tangannya… takutnya patah”
Astaghfirullaaah……jantung saya mulai berdetak lebih kencang. Saya menarik nafas dalam, berusaha tidak panik. Harsya anakku….terbayang wajah putra kesayanganku itu sedang menahan sakit…Ya Allah…semoga tidak separah yang kubayangkan.
“Kondisinya gimana? “ tanya saya
“Ini diem aja… belum mau ngomong apa-apa” Ya Allah..semakin tak karuan rasanya perasaan saya.
“Harsya…ini bunda mau bicara, Harsya mau bicara sama bunda ya?”
Alhamdulilah saya mendengar suara Harsya di seberang sana menjawab lirih.
“Harsya gimana? Jatuh ya? Apanya yg sakit? …Harsya nggak papa kan? Nggak pusing? Harsya tunggu ya, sebentar lagi bunda kesana”
Lega saya mendengar suaranya.. terdengar Harsya berusaha tegar walaupun saya yakin dia saat ini dalam kondisi kaget dan ketakutan. Suaranya seperti menahan tangis.
Saya menunggu di lobby hotel dengan gelisah. suami kanjeng Uun yang akan menjemput saya.
Handphone saya berdering lagi. Kanjeng Uun.
“Hasil rontgennya tangannya patah” kata kakak ipar saya itu.
Ya Allah….Harsyaaaaa……..! saya menjerit dalam hati. Ingin rasanya saya tidak mendengar semua ini. Ya Allah…. Please don’t do this to me … katakan hasil rontgen itu salah. Semoga ini hanya retak saja. Saya masih berusaha berpikir positif.
“Dokter rontgen bilang terserah keluarga apa mau di urut atau mau dibawa ke dr. Orthopedi. Kalau ke dokter nanti akan diberikan surat pengantar, gimana?” tanya kanjeng Uun.
“Ke dokter aja” jawab saya cepat. Saya ingin mendengar dulu diagnosa dokter. Semoga hanya retak saja, bukannya patah. Semoga ya Allah….
*********
Saya sudah tiba di parkiran rumah sakit, masih dengan busana kerja rapi dan rasa lelah dan penat. Tapi tidak terlihat mobil Harsya. "Ya Allah…,bagaimana kondisinya..saya rasanya tak sanggup untuk membayangkannya.
Tidak lama terlihat mobil escudo hitam kami memasuki halaman parkir rumah sakit. Perasaan saya sungguh tegang. Saya takut dengan pemandangan yang akan saya hadapi. Saya takut melihat kondisi Harsya lebih dari bayangan saya. Ya Allah….
Pintu mobil terbuka, terlihat Harsya duduk dengan posisi tangan kiri diangkat lurus ke depan, dipegangi oleh adik ipar saya dan suaminya. Wajahnya lemas dan pucat. Kelihatannya Harsya agak shock dengan kondisinya. Wajahnya terlihat sedikit ketakutan. Saya langsung menyapanya dan mengusap wajahnya.
“Harsya…anak bunda, sakit nak?“ Harsya mengangguk dan menjawab lirih . Harsya masih kuat berjalan pelan2 ke ruang prakter dokter sambil meringis menahan sakit… Tangan kirinya di atas siku bagian dalam terlihat memar dan seperti sedikit melesak ke dalam. Lengan bagian siku tersebut terlihat seperti lembek dan bengkak. Kami memegangi dengan hati-hati sekali. Sedikit salah posisi, Harsya akan menjerit kesakitan.
***********
Menuju ruang praktek semua mata memandangi kami. Ah….rumah sakit. Kenapa saya harus berurusan lagi dengan tempat ini. Apalagi rumah sakit ini. Baru 2 bulan lalu kami melewati masa-masa menyedihkan di ruang HCU rumah sakit ini. Ya…tempat suamiku di rawat beberapa jam sebelum meninggal..
Menunggu dokter bukan suatu hal yang menyenangkan. Saya benci suasana ini, Menunggu dokter memberikan diagnosa dan vonis sungguh suatu hal yang paling saya takuti. Bertahun-tahun mengalami ini dan harus mengalami lagi. Apalagi lebih sering kabar tidak menyenangkan yang saya terima, membuat nyali saya semakin ciut.
Saya berjalan mondar –mandir di sekitar ruang tunggu sambil menelpon mamah di aceh. Juga menelpon 2 kakak ipar di aceh yang berprofesi sebagai dokter. Ya Allah…sungguh saya bingung. Dalam hati saya sebenarnya panik sekali. Saya butuh penguatan. Apa yang harus saya lakukan…
"Ini patah bu, dan tulangnya bergeser 1 cm, cukup jauh, jadi harus dioperasi".
Ucapan dokter mematahkan harapan saya... harapan ini bisa diperbaiki tanpa tindakan operasi pupus sudah...
"Saran saya segera, karena nanti bila tulangnya tumbuh akan repot bila tumbuhnya tidak beraturan, dan proses operasi jadi lebih susah karena tulang yg tidak beraturan itu harus diperbaiki dulu"
Ya Allah... kembali saya ada di posisi ini. Pengambil keputusan.
Akhirnya saya putuskan ikut saran dokter. Operasi.
Operasi dijadwalkan besok malam seusai jam praktek dokter, dan Harsya besok mulai melakukan serangkaian persiapan operasi, mulai test darah, dan puasa.
to be continued..
*******