21 Januari 2012

Hafalan Shalat Delisa



Hafalan Shalat Delisa. Saya pertama kali mendengar tentang film ini dari link youtube yang di share adik saya ke account Facebook nya. Melihat thrillernya saja sudah nggak sabar ingin segera menonton film ini... ceritanya tentang perjuangan seorang gadis kecil Delisa saat musibah tsunami di aceh 26 december 2004 lalu. Cerita diangkat dari novel berjudul sama karyaTere Liye. Akhirnya ada juga produser yang mengangkat tema tentang tsunami di Aceh. 

Rasanya nggak sabar ingin segera melihat seperti apa filmnya. Film ini awal rilis di bioskop tanggal 22 Dec lalu. Saya sudah janjikan Harsya dan Syifa untuk nonton bareng film ini sepulang saya dari Medan waktu itu. Berhubung momentnya anak-anak lagi libur, kami nonton beramai-ramai bersama sepupu-sepupu dan tantenya Harsya. Total ada 7 anak dan 3 orang dewasa. hehehe....jangan ditanya suasananya, hebohh? pasti. :-) 

Kami tiba di Central Plaza 21 sekitar jam 3 sore lewat. Saat menuju loket tiket, untuk pertunjukan jam 4 sore, hanya tinggal deretan kursi paling depan. selain itu penuh. Dan jumlah kursi pas hanya tinggal 10 seat saja. Itupun terpisah 6 di deretan seat paling kiri dan 4 lagi di deretan seat paling kanan. Deretan di tengah sudah di booked. Sempat terpikir untuk nonton di jam berikutnya, yaitu jam 7 malam. Tapi membayangkan menunggu di mall selama 3 jam bersama 7 orang anak yang tidak bakal bisa diam, kayaknya not a good idea deh... hehe...so akhirnya kami putuskan untuk membeli 10 seat tersebut.
Film dimulai dengan suasana rumah Delisa di desa tepi pantai Lho'nga. Pantai yang sangat indah di aceh...yang juga paling luluh lantak oleh tsunami. Shootingnya setahu saya tidak dilakukan di Aceh, untuk menjaga perasaan warga disana katanya (lupa baca dimana). Setiap sholat, Ummi Salamah menjadi imam untuk ke 4 anaknya : Fatimah, Zahra, Aisyah, dan Delisa si bungsu. Abi Usman (ayah mereka) bekerja di kapal milik perusahaan asing, dan hanya pulang 3 bulan sekali ke Aceh. Dan Aisyah bertugas membaca bacaan sholat keras-keras agar bisa diikuti oleh Delisa. Delisa memang belum hafal benar bacaan Sholat. Ummi Salamah sangat sabar dan santun membimbing anak-anaknya 

Saya jadi ingat diri sendiri....
Sejak ayah tidak ada, saya beberapa kali menjadi imam untuk Harsya dan Syifa dan keponakan-keponakan dirumah. Saya biasa membaca bacaan sholat keras-keras dari awal sampai akhir, agar Harsya dan Syifa bisa hafal bacaan sholat. Sebenarnya tujuan utama saya untuk Harsya. Harsya sudah 8 tahun, sudah waktunya dia harus disiplin sholat. Kalau tidak berjamaah dengan saya, dia tidak pede dengan bacaan sholatnya dan sholatnya juga asal-asalan. Wudhunya juga masih berantakan, bisa basah semua dari ujung kepala sampai kaki. Sering habis wudhu harus ganti baju karena basah semua.Kalau tidak berjamaah dengan saya, bisa dipastikan dia tidak mau sholat. kalaupun sholat gerakannya ancur lebur. karena badannya yang gendut kali ya..jadi males-malesan berdiri, ruku' apalagi duduk antara 2 sujud. jadi gerakannya asal jadi saja. Harsya.. Harsya....

Dulu ayah yang sering mengingatkan dan mengajak Harsya untuk sholat. Ayah memang lebih disiplin daripada bunda. dan Harsya memang lebih takut kalau sama ayah. Tapi sama bunda.... hmmm...banyak sekali alasannya. Makanya satu-satunya cara adalah dengan sholat berjamaah ini. Melihat film ini bunda jadi semangat untuk lebih sering mengajak anak-anak sholat berjamaah. Butuh kedisiplinan juga kadang, karena mengajak anak-anak sholat berjamaah membutuhkan waktu lama. dan kadang-kadang bunda saja masih menjelang akhir waktu sholatnya... maafkan bunda ya ayah...masih kurang konsisten menjalankan amanah ayah untuk sholat tepat waktu

Kembali ke Film Hafalan Sholat Delisa, 

Adegan demi adegan di film ini sangat menyentuh… 
Saat ummi Salamah dengan sabar dan santun mengajarkan anak-anaknya, melerai pertengkaran antara mereka, bercengkrama  sambil berbincang di halaman dibawah sinar rembulan sambil mendendangkan lagu ‘Ibu’ yang sangat menyentuh kalbu… sungguh sosok ummi Salamah yang diperankan Nirina Zubir di film ini membuat saya sangat kagum… Ingin saya menjadi ibu seperti sosok umi Salamah yang penyabar dan santun itu..
Adegan mengharukan lainnya ketika Abi menangis putus asa mendapati rumahnya yang sudah menjadi puing-puing dihempas gelombang tsunami, juga  ketika Abi berusaha bisa memasak seperti masakan ummi, sampai Abi harus membanting piring karena putus asa Delisa terus memprotes masakannya yang tidak seperti masakan ummi. Atau ketika Delisa menangis protes karena merasa Tuhan tidak adil, Umam temannya  yang nakal  saja bisa bertemu lagi dengan umminya dalam keadaan hidup, kenapa Delisa tidak?... Banyak adegan yang membuat mata  saya berkaca-kaca…

Namun sayangnya beberapa penggarapan adegan dan cerita menurut saya kurang maksimal, sehingga sedikit membingungkan

Misalnya bagaimana pak Ustad bisa selamat dari musibah tsunami pdahal dia berada di ruangan yang sama dengan Delisa saat kejadian tsunami tidak diungkapkan. Kemudian saat Delisa terdampar dan makan buah apel yang tergeletak di dekatnya. kok kayaknya kurang pas ya..maksudnya, mimpi atau bukan? Dan terutama adegan akhir saat Delisa menemukan kalung emas berinisial 'D' yang dijanjikan ummi bila Delisa lulus ujian sholat, adegan itu agak membingungkan karena digambarkan seperti mimpi saat Delisa mengambilnya dari tangan ummi yang akhirnya ditemukan jasadnya (di film itu digambarkan utuh mungkin supaya tidak seram, tapi kok jadi seperti mimpi) padahal kalau membaca penggalan cerita di novel nya adegan akhir ini bagus dan menyentuh sekali saat Delisa melihat kilatan kilau kalung dari tulang belulang lengan seseorang...... Ummi.....

Untuk special effectnya cukup bagus untuk fim Indonesia, Adegan tsunami yang menerjang cukup membuat jantung saya berdegup dan membuat nafas saya tercekat membayangkan dahsyatnya tragedi tersebut. Sayang gempanya digambarkan seperti kurang dahsyat. Padahal aslinya gempanya sangat dahsyat. Menurut kakak ipar saya sampai mereka terguling-guling di jalanan karena tidak bisa berdiri diguncang gempa, di fim ini digambarkan ummi masih bisa menahan lemari yang hampir jatuh dirumahnya. Tadinya saya mengira itu mungkin hanya gambaran gempa di awal saja, akan ada adegan gempa yang lebih besar lagi. ternyata tidak. Kerusakan setelah tsunami terjadi juga kurang dahsyat. 

Kalau warga aceh asli yang mengalami gempa dan tsunami langsung saat itu pasti tidak puas dengan penggambaran gempa dan tsunami di film ini yang cuma terlihat seperti itu. Tapi yaa... lumayanlah, pastinya semua faktor keterbatasan. Belum bisa bikin film dengan special effect secanggih Hollywood. hehe... 

Anyway, Selain adegan-adegan yang kurang pas tadi, film ini bagus sekali menjadi tontonan keluarga. Sayang kalau dilewatkan. Melihat bagaimana ummi Salamah yang sangat santun kepada anak-anaknya, saya jadi kagum sekali.. bisakah saya menjadi ibunda yang seperti itu? santun dan penuh kasih sayang...Film ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur. Keharmonisan dan sopan santun dalam keluarga Delisa yang begitu islami juga patut dijadikan renungan dan contoh. 

Lagipula fokus film ini tidak untuk mengupas tragedi tsunami itu sendiri, tapi lebih fokus kepada perjuangan Delisa setelah selamat dari tsunami dan harus bangkit lagi bersama Abi. Memang tidak mudah mewujudkan cerita dari novel ke dalam bentuk media film apalagi untuk tragedi tsunami yang merupakan kisah nyata dari tragedi maha dahsyat. Berharap sekali ada produser yang bisa membuat film tentang tsunami aceh dengan kualitas setara film kelas dunia. hm..Kapan ya? 

Dan sekarang lagu 'Ibu' dari Rafly penyanyi asli aceh yang menjadi soundtrack film tersebut menjadi salah satu lagu favorit kami. Harsya dan Syifa sudah hafal dengan liriknya. Video lagu dan liriknya akan saya tampilkan di posting berikutnya ya...

Salam,

13 komentar:

  1. Cerita film yang menarik. Sayang aku belum sempat menontonnya, malah mungkin tidak akan pernah sempat. :-) Entar deh semoga aku bisa menontonnya dari DVD rental.

    Memang teramat sering cerita novel cukup sulit diekspresikan dalam adegan visual. Sehingga antara cerita novel sebagai sumber dan film selalu berbeda alurnya.

    But.., Ingin menjadi ibu seperti sosok umi Salamah yang penyabar dan santun itu..? Semoga terwujud. Amiin.

    Tetap semangat! d^_^b

    Take care, Anty Reham. :-)

    BalasHapus
  2. Amiiin.....thank you Saathi :-)

    BalasHapus
  3. Wah ...
    nonton di barisan depan ?
    kalau saya pasti pusing itu Bu ... hahaha ...

    Saya belum menonton film ini ...
    menurut beberapa teman yang sudah menontonnya ... film ini layak untuk ditonton ... terlepas dari beberapa hal yang mungkin kurang begitu sesuai dengan tulisan tere liye maupun kondisi yang sebenarnya

    salam kenal saya Ibu

    BalasHapus
  4. wahhh beneran ada filmya ya...jadi ngak sabar pengen liat, apa sebagus novelnya

    BalasHapus
  5. Ulasan film yg menarik Mbak. Saya sampai ikut nahan napas bacanya. Film kita kurang special effect mungkin karena biayanya amat mahal kali ya, sementara peredarannya cuma di Indonesia. Beda dng punya Hollywood yg distribusinya mendunia. Biarpun mereka pakai special effect aduhai, modal pasti akan kembali :)

    BalasHapus
  6. Betul sekali Pak NH, film ini sangat layak di tonton. masih bertengger di bioskop nih sampai sekarang.

    BalasHapus
  7. buruan mama Dini, nanti keburu nggk tayang lagi lho di bioskop. Jangan lupa ajak Dini ikutan nonton :-)

    BalasHapus
  8. Iya betul juga ya mbak Evi, peredarannya masih terbatas, jadi susah mengharapkan modal kembali untuk film dengan biaya produksi yang mahal. btw makasih ya sudah mampir ke blog saya, salam kenal mbak :-)

    BalasHapus
  9. kesalahan2 yg disebut diatas dalam film disebut blooper

    BalasHapus
  10. Oh...ada istilahnya ya di dunia perfilman? Blooper... Hm..ilmu baru nih, thanks infonya :-)

    BalasHapus
  11. sayang sekali di aceh ga ada cinema kak.... :( jadi aku dan Intan belum bisa nonton, mudah2an akan ada versi DVD nya nanti... :)

    thanks atas ulasannya ya kak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih,,semua teman2 dan keluarga di Aceh udah pada berharap banget bisa nonton film ini. mudah2an bentar lagi ada DVD nya yaah

      Hapus
  12. hmm mm, sebenarnya karena kalo kita membaca bukunya, pikiran kita bisa melayang2 dengan bebas kemana pun. makanya seolah semua adegan dibuku bisa kita hayalkan, sedangkan ketika sampai di film, berbeda dari bayangan kita.
    film ini cukup membuat saya menangis, tp lebih nangis lagi waktu baca bukunya. huaaaa

    BalasHapus

buat yang udah baca, kirim komentar anda disini ya...jangan lupa tuliskan nama :-)