13 Maret 2010

48 jam di Banda Aceh

Pertengahan Januari 2010 saya berkesempatan utk mengunjungi Banda Aceh, kampung halaman tercinta. Kesempatan yang sempit krn tujuan utama kepergian saya adalah ke Medan utk menghadiri meeting di kantor Regional. Sejak saya meninggalkan kota ini pd tahun 1990 sudah berkali2 saya pulang dan biasanya kepulangan itu direncanakan dgn matang karena berkaitan dgn libur sekolah atau libur semester dan itu bisa terjadi setiap 6 bulan sekali.


Namun semenjak saya bekerja, menikah dan memiliki anak, kesempatan utk menjenguk kampung halaman jauh berkurang.Selain disibukkan dengan mengurus anak2 , juga kesulitan mengatur jadwal cuti yang terbatas.


Sejak bekerja, saya sempat pulang 2 kali pada thn 2001 yaitu saat kakak saya menikah dan saat ayah tercinta meninggal dunia. Bahkan sejak menikah pada tahun 2002, saya baru sempat pulang kembali pd tahun 2004, tepat sebulan sebelum Tsunami yaitu November 2004 dan kemudian pd bulan Juni 2007 saat adik laki-laki saya menikah. Dua kepulangan terakhir ini saya membawa serta keluarga plus ibu mertua yang ingin sekali melihat kota Banda aceh yang penuh sejarah. Medan sudah begitu dekat dari aceh.
Sebenarnya saat tau akan ada meeting di Medan, saya tidak lalu antusias ingin mampir ke Banda aceh, bukan apa-apa, selain karena waktu yang sgt terbatas, rasanya tdk lengkap krn tdk bersama keluarga. Ditambah lagi bbrp tahun terakhir ini saya termasuk orang-orang yang tidak suka lagi naik pesawat terbang, itu kalau tidak mau dibilang penakut hehe… .malah mungkin sepertinya alasan terakhir itu yang lebih dominan :-)

Tapi ketika ibu saya menanyakan kenapa saya nggak sekalian mampir ke aceh? Hm…. saya pikir iya, kenapa nggak? Sayang sekali kalau saya sia-sia kan kesempatan ini. Bukan hanya ingin melihat kota Banda Aceh yang katanya sudah begitu maju, tapi yang terpenting melepaskan kangen dengan keluarga tercinta. Maklum, diantara 6 bersaudara hanya saya dan adik terkecil yg masih tinggal diluar Banda aceh. Saudara lainnya semua kembali ke kampung halaman setelah merantau sekian tahun.

Saya tiba di Banda Aceh tgl 16 Januari sekitar pukul 1 siang. Dengan pesawat yang terbang sambil manuver kiri kanan terutama saat berputar di atas laut. Rasanya dekat sekali jarak jendela pesawat dgn lautan. Kalau kata org aceh ‘sebeng kiri kanan’ hahaha….mungkin pilotnya mantan pilot pesawat tempur tapi Alhamdulilah cuaca cerah sekali, dan saya berasa santai di pesawat karena walaupun manuver tapi terasa gerakannya mantap.

Wow…Bandara Sultan Iskandar Muda sudah berubah total. Sebenarnya nggak terlalu surprise karena sebelumnya saya sudah dengar kalau bandara memang sudah sangat bagus, apalagi sekarang menyandang predikat bandara international.
Sambil menuju tempat pengambilan bagasi saya sempat agak2 norak berfoto dgn latar belakang tulisan Bandar Udara International Sultan Iskandar Muda, seperti turis yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Banda aceh. Padahal saya kan memang aslinya dari sini ya? Hahaha…..biar saja, saat ini pernah menginjakkan kaki di Banda Aceh menjadi suatu kebanggaan bukan? Aceh memang menjadi begitu terkenal setelah Tsunami
Setelah proses pengambilan bagasi yang begituuu..lama (krn pintu bagasi pesawat macet hanya bisa dibuka dari 1 sisi) akhirnya saya mulai petualangan saya di Banda aceh. Ah…berlebihan sekali ya kalau saya bilang petualangan, karena tujuan saya kesini kan hanya utk bertemu keluarga dan merasakan nikmatnya jajanan khas banda aceh yg sudah popular sejak saya kecil (kecil? maksudnya sih mau bilang sejak saya muda) hehehe….




Perjalanan dari bandara ke pusat kota kami melewati kuburan masal Siron. Tempat dimana korban tsunami dikuburkan secara massal. 

Tanahnya ditumbuhi rumput hijau yang indah sekali. Tapi saya tidak sempat mampir jadi hanya sempat memotret dari dalam mobil yg melaju.


Tanpa pulang kerumah dulu, saya dan keluarga mampir makan siang di 'ayam penyet' Jl. T. Umar, tepatnya di depan mesjid kupiah meuketop. Kalau tahun 2007 lalu saya sdh mencoba restoran 'ayam tangkap' yg fenomenal, sekarang giliran 'ayam penyet' yg katanya sdg berjaya. Malah ada lagi restoran 'ayam lepas'. Hahaha….ada2 saja ya ide orang membuat nama yang unik2 utk menarik minat pembeli.
 
 
 

Setelah makan siang dan berfoto di dgn latar belakang mesjid kupiah meuketop (Topi aceh), kami menyempatkan diri menjenguk kakak dari ayah saya (atau nyakwa dlm bahasa acehnya) yang sdg dirawat di sebuah rumah sakit. Hmm…lama tidak bertemu, sudah tua sekali beliau.


Dari rumah sakit saya menuju rumah lama keluarga di daerah geuce yang saat ini sedang direnovasi total. Cukup lama disini sambil mengingat2 lagi ruangan2 dan kenangan2 yang ada dirumah itu sebelum dibongkar. Kemudian lanjut mengunjungi rumah abang tertua yg juga di daerah geuce. Lumayan lama mengobrol sambil disuguhi macam2 kue, tak terasa waktu sudah hampir menjelang magrib. Bagaimana ini? perut sudah keburu kenyang padahal masih banyak makanan yang mau di cicipi di kota tercinta ini…hehehe. Untung saya tidak jadi pulang dgn pesawat besok sore, jadi masih ada besok…..dan malam ini of course jangan di sia2kan hehehe

Pulang kerumah, waah…sudah ada martabak telor dan rujak Garuda! mmmm…padahal perut super kenyang dan sudah dipersiapkan utk diisi oleh bistik Gunung Salju nanti malam…. Tapi sungguh sayang kalau sampai dilewatkan. Mumpung martabaknya masih hangat dan rujaknya masih seger. Akhirnya masuk lagi deh 1 bungkus martabak dan 1 porsi rujak garuda. hehehe…..

Lepas magrib, saya bersama sahabat yg datang dr lhokseumawe dan kakak perempuan (lha, kalau di banda aceh sudah pasti kakak itu perempuan ya hehe) dan kakak ipar serta sepupu dan ponakan menuju restoran Gunung Salju (GS) di Peunayong. Menu bistiknya adalah favorite saya. Kalau ke Banda aceh nggk mampir kesini rasanya ada yang kurang.
Sepanjang perjalanan menuju peunayong saya lihat jalan dan toko2 di kota banda aceh semakin ramai dan tertata. Hm…teringat banyak kenangan dengan kota ini. Kenangan bersama keluarga dan sahabat-sahaba terbaik yang sampai sekarang masih menjadi sahabat terbaik saya.

Pulang dari GS saya dan Dewi, sahabat saya yg dari Lhokseumawe, sempat berputar sebentar ke arah Jl. Teuku Umar karena Dewi ingin membeli Sate untuk dibawa pulang. Sayang toko satenya nya sudah tutup. Tapi saya suka sekali pemandangan Jl. Teuku Umar yang terlihat ramai, padahal jam sdh hampir menunjukkan pukul 11 malam, di sebelah kiri jalan ada restoran yg sedang naik daun, yaitu Canai Mamak, terlihat suasananya yg santai dan cukup ramai. Suasana kota sungguh menyenangkan tidak mencekam seperti dulu lagi.

 
Kalau melewati jalan Teuku Umar, maka saya akan ingat lagi kenangan masa SMA dulu dimana setiap mulai pukul 5-6 sore hampir sebagian besar remaja Banda Aceh 'ngeceng' dan 'mejeng’' (ahaa…istilah 90’an sekali ya :-)) di jalan ini . Kalau yang laki-lakinya nongkrong di sepanjang Jl. Teuku Umar, yang wanita naik motor melintasi Jalan Teuku Umar. Hahaha….! lucu sendiri kalau ingat masa itu. Disitulah biasanya saat-saat bertemu dengan 'kecengan' sekedar untuk melirik dan say hi melalui motor saja sudah senang. haha...ada-ada saja! (oya...buat yang belum lahir di tahun 90-an, 'kecengan' itu bahasa jadulnya utk istilah gebetan sekarang hahaha)

Ah…. masa-masa yang indah..terbersit rasa kangen menikmati suasana tinggal dikota ini lagi…

To be continued…


4 komentar:

  1. jadi pengen ke aceh nih...sambungannya ditunggu ya..:-)

    BalasHapus
  2. di tunggu lanjutannya, soalnya nanggung nich..
    hehehehehe

    BalasHapus
  3. perjalanan yang menyenangkan tentunya kan bunda :)

    BalasHapus

buat yang udah baca, kirim komentar anda disini ya...jangan lupa tuliskan nama :-)